oleh De Eka Putrakha


#1

Di lembar kehidupan ini aku berupaya mengukir kelopak-kelopak kata

Setangkai harapan itu tidak layu, hanya saja letih melangkah

Mengayun sisa-sisa ingin dalam angan yang bersarang dalam ingatan

Cahaya meredup namun tidak padam

Temaram mengajakku menyendiri meskipun hati didera sepi bertubi-tubi

Rangkul beku ini bersama hangat mentari

Fajarku telah pergi, senja pun tak akan kembali

Aku sendiri tidaklah satu, hanya berupaya menyatukan ingin dan angan


#2

Kalau pun aku pergi tidak serta merta semua akan kubawa berlari

Sengaja kutinggalkan sejumput cerita untuk kau kenang

Andai perlu tanamlah di jembangan penantian

Bisa saja suatu hari nanti kau menduakan keinginan untuk mengingatku kembali

Tenanglah aku akan datang

Datang menemuimu bersama ingatan-ingatan itu

Namun maaf jemariku tak akan menyeka air matamu lagi

Jika penantianmu terasa sia-sia, lebih baik kubawa serta semua kenangan ini

Karena aku tak ingin kau mendua untuk keduakalinya


#3

Malam ini aku dirudung pilu

Rembulan tak akan kubertaruh harap sebab sepertiga sudah kutuliskan janji

Tidak selamanya perih melukai, tidak selamanya pula luka memerihkan

Biarlah aku terkurung dalam kelam

Sementara aku mengurung kata berharap menjadi doa yang takkan padam

Semua akan pergi, jangan ada air mata

Semua akan kembali bersama air mata

Tidak selamanya air mata adalah kedukaan

Tidak selamanya pula duka adalah air mata


#4

Sudah terlewati seperempat abad rentang usia

Ceritaku tak berkesudahan sebab kisahnya teramat rumit

Silakan masuk ke dalam nyata atau mampirlah ke ruang khayal

Akan kujadikan kau puisi

Sunyiku sudah berpembuluh pada waktu yang meluruh

Jemariku takkan tuntas menghitung sunyi

Sementara puisi tak pernah menuntut untuk berhenti.


Bandung, 28 – 29 Juni 2020