Penyair sebagai penyeimbang kehidupan

(Belajar Bernegra Lewat Puisi)

oleh Moh. Ghufron Cholid

Foto: Moh. Ghufron Cholid (dua dari kiri) bersama Dr. Zabidin Hj. Ismail (paling kanan).

PENGANTAR

Siapakah penyair itu? Paling tidak dalam arti yang sangat sempit, setiap orang yang telah menulis puisi bisa diktakan penyair minimal bagi dirinya sendiri, penyair dalam arti yang luas adalah mereka yang menulis puisi yang berhasil mengajak dirinya maupun pembacanya ke arah hidup yang lebih baik menuju kecintaan seorang hamba pada Tuhan dan mengakrabkan hati yang tercerai berai antar sesama.

Penyair lewat puisinya sangat merdeka dalm menyampaikan segala ragam persoalan yang meraung dalam hatinya. Penyair lewt puisinya, bisa menjadi penyeimbang tatanan hidup. Ketika suara penyair begitu terbatas maka menuliskan pandangannya adalah pilihan tept oleh ianya bisa dibaca dri generasi ke generasi. Dari suatu negara ke negara lain

Lalu di manakah fungsi penyair, ketika ketimpangan hidup semakin mengkrabi badan, ketika ketidak adilan semakin menafasi kehidupan, ketika keputuas asaan semakin berdeskan mengatur debr, ketika seorang warga negra mulai tak percaya pada negaranya disebabkan ragam persoalan yang mendera? Penyir lewat puisinya bisa tegak berdiri dan mengambil peran untuk menepikan segala ragam persoalan dengan memberikan solusi dan Zabidin Hj Ismail, salah satu penyair dari sekian penyair yang mencoba mengambil peran sebagai penyeimbang kehidupan dengan bukunya berjudul KITA SERUPA (We Are Alike) yang terbit dalam dua bahasa yakni Melayu-Inggris. .  

PEMBAHASAN

Zabidin Hj Ismail telah melakukan proses kreatif dengan mengumpulkan pandangan puitiknya dalam sebuah buku berjudul Kita Serupa (We Are Alike). Buku puisi yang tersaji dalam dua bahasa Melayu-Inggris diterbitkan oleh Kayacipta Ipoh, 2013.

Zabidin yang menganut aliran seni untuk masyarakat telah memuatkan 35 puisi ke dalam buku Kita Serupa. Paling tidak dalam perjalan kreatifnya, Zabidin banyak berhutang budi pada Arif Mohamad lewat puisi-puisi Nostalgiknya, pada Usman Awang lewat buku Duri dan Api, Kasajisa A.S lewat puisi-puisi melankolik.

Selain tiga penyair yang banyak berperan dalam gaya kepenulisan Zabidin, penyair juga berhutang budi khususnya dalam proses kreatif kepenyairannya yakni pada Chairil Anwar lewat puisi Aku dan Doa. Mi Ultimo Adios (Jose Rizal), Asrar-I-Khuldi (Iqbal), Ke Makam Bonda, Padamu Jua (Amir Hamzah), Tanahair (Muhammad Yamin).

Dari sekian puisi yang tersaji dalam buku ini saya sangat jatuh cinta pada puisi Kita Serupa, menurut hemat saya penyair memilih puisi ini sebagai judul buku adalah tepat oleh ianya telah menjadi roh yang menempati raga kehidupan.

Memilih nama sebuah buku sama sulitnya memilih nama buat anak kandung oleh ianya banyak yang harus dipertimbangkan dan Zabidin bisa dikatakan berhasil dalam memilih judul bukunya yang menafasi segala ragam persoalan yang dikandungnya.

Kita serupa paling tidak mengingatkan saya pada penciptaan langit dan bumi, pada siang dan malam, pada laki-laki dan perempuan yang diciptakan berpasangan. Mengingatkan saya pula pada ajaran agama Islam yang didalamnya terdapat pemilihan Allah mengutus para nabi sebagai teladan yng baik dari jenis manusia.

Kita serupa juga mengingatkan saya pada ajaran Islam yang anggun yakni Dan kami jadikan dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal.

Kita Serupa karya Zabidin Haji Ismail merupakan upaya untuk menjadikan manusia saling mengenal, saling mencari persamaan yang paling bisa dilihat. Zabidin lewat buku Kita Serupa seakan ingin menyerukan betapa persatuan sangat vital, dalam hadits nabi dikabarkan muslim yang satu dengan muslim lainnya ibarat bangunan yang saling menguatkan. Dengan menganggap serupa kita telah melakukan langkah untuk menghilangkan kebencian. Dengan menganggap serupa telah memutuskan benang-benang keangkuhan yang dimiliki sesama manusia.

Kita menjunjung langit memijak bumi, kata Zabidin, ucapan ini mengingatkan saya pada pribahasa di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Hal ini menandakan betapa seimbangnya hidup. Manusia yang hidup di bumi tak melupakan hubungan sesama manusia namun tak memutuskan hubungan dengan Tuhan.

Masyarakat yang hidup dalam sebuah negara yang memiliki pemimpin seyogyanya patuh pada aturan. Hal ini mengingatkan saya pada firman Allah yakni taatilah Allah dan rasulNya serta pemimpin (Raja atau Presiden). Jadi mengjunjung tinggi langit bisa dikatakan patuh pada hukum yang berlaku. Memijak bumi bisa dimakna setinggi apapun tempat yang kita huni kita harus sadar kalau kita hidup di bumi. Tak bisa hidup sendiri, hidup harus selalu berdampingan. Hidup tolong menolong, bergotong royong, kalau ajaran ini ditarik dalam kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia tentu alangkah nikmat hidup. Kita bisa meneruskan khazanah yang baik, yang mulai tercerabut, yang barangkali hanya di pedesaan khazanah gotong royong tetap lestari, di tengah hiruk pikuk kehidupan yang serba komplik. Membaca dan mengamalkan yang tertera puisi Zabidin bisa jadi langkah awal bagi kita menekuni semangat gotong royong lagi pula puisi ini juga merupakan terjemahan dari khoirunnas anfauhum linnas (sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat) sebagaimana Zabidin berucap dalam bait penutup puisinya, kita adalah warga terbaik/ dari sebuah negara tercantik.

Marilah kita amati penuturan Zabidi Hj Ismail secara utuh.

KITA SERUPA

Kita menjunjung langit memijak bumi
di Negara bertuah ini
menabur keringat menyulam benang kasih
pada selembar ambal putih
dan membentang hamparan ikhlas
menuju cita-cita

kita adalah serupa
senada dan seirama dalam gemersik
tarian wawasan kemanusiaan maha penting
dalam kehidupan melampaui susur-galur leluhur
kikis habis daki-daki dengki bersalut warna
berselaput prasangka

kita sebenarnya telah dewasa
menilai akal budi, falsafah serta cita perdana
kita sebenarnya telah dewasa
menyanjung setia budi bersendi susila
menjunjung seberkas sopan beralas santun

kita adalah warga terbaik
dari sebuah negara tercantik
setia ibarat bilah-bilah lidi tersimpul ikat
cubit paha kiri paha kanan tersakit jua
umpama aur bersanding tebing
aur tidak tumbang
tebing tidak retak
kita adalah warga terbaik
dari sebuah negara tercantik
melangkah bersama keberanian
seraya mengikis segala dugaan
menuju kepastian.

Teluk Intan, Perak

Paling tidak bait pertama memut tiga pembahasan pokok yakni  hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan sesama manusia dan hubungan antara pribadi dengan bangsanya. Zabidin hendak menegaskan posisi tiap diri dengan berkata, Kita menjunjung langit memijak bum/i
di Negara bertuah ini/
hendak mencubit dirinya dan pembacanya untuk senantiasa sadr diri din sadar fungsi.

Menjunjung langitbisa dimknai seseorng harus pad segala ragam aturan baik yang dibuat oleh Tuhan atau manusia yang menempti sutu derah maupun sutu negara. Menginjk bumi bisa dimaknai, tiap diri seyogyanya sadar bahwa mnusia tak bisa hidup sendiri, manusia senantiasa hidup berdampingan, kebebasan maanusia dibatasi oleh kebebasan orang lain, dengan menginjak bumi tiap diri tidak akan mudh bersikp semen-mena terhadap orang lain. Negara bertuah bisa diartikan negara yang bermartabat, berwibawa dihadapan tiap individu maupun negara lain. Menyadari hidup di negara bertuah akan semakin menambah kecintaan pada negara, akan senantiasa bersyukur pernah dilahirkan di sebuah negara yang menjunjung tinggi tiap harga diri warganya.

Dalam menjalankan ketiga peran tersebut, Zabidin menjabarkan dengan larik-larik berikut di bait pertamanya, menabur keringat menyulam benang kasih/pada selembar ambal putih/dan membentang hamparan ikhlas/menuju cita-cita, harus ada perjuangan yang keras untuk mewujudkan bukan didapat dengan cara melamun.

Selanjutnya Zabidin menegaskan lewat bait keduanya untuk menumbuhkan rasa cinta pada negara bisa ditempuh dengan menghyati perjungan para pahlawan dan menepikan segala perasaan dengki dan segala ragam prasangkn, berikut penuturan Zabidin,  

kita adalah serupa
senada dan seirama dalam gemersik
tarian wawasan kemanusiaan maha penting
dalam kehidupan melampaui susur-galur leluhur
kikis habis daki-daki dengki bersalut warna
berselaput prasangka

Zabidin sangat menyadari segala bentuk ancaman mampu merapuhkan rasa cinta pada negara oleh karenanya Zabidin pun menyiasati diri dengan berucap, 

kita sebenarnya telah dewasa
menilai akal budi, falsafah serta cita perdana
kita sebenarnya telah dewasa
menyanjung setia budi bersendi susila
menjunjung seberkas sopan beralas santun

Menumbuhkan rasa percaya dan kesadaran, bahwa kita telah dewasa bisa jadi solusi yang ditawarkan untuk kelur dri ragam persoalan yang dapat mematikan hati dari mencintai negara. Mengingatkan kembali tentang segala rupa ajaran kebaikan yang dimiliki oleh sebuah bangsa yang mulai terkikis agar tak sampai terhapus, merupakan langkah tepat yang diambil Zabidin.

Tampaknya Zabidin semakin peka membaca tanda, ingatan demi ingatan yang menguatkan kecintaan pada negara pun disampaikan, Zabidin berucap lewat bait pamungkasnya,  

kita adalah warga terbaik
dari sebuah negara tercantik
setia ibarat bilah-bilah lidi tersimpul ikat
cubit paha kiri paha kanan tersakit jua
umpama aur bersanding tebing
aur tidak tumbang
tebing tidak retak
kita adalah warga terbaik
dari sebuah negara tercantik
melangkah bersama keberanian
seraya mengikis segala dugaan
menuju kepastian.

Zabidin tampaknya telah berhasil membentengi dirinya dan pembacanya dari segala bentuk rongrongan yang mengancam kecintaan tiap diri pada negaranya. Menyadarkan tiap pribadi dengan berucap kita adalah warga terbaik/dari sebuah negara tercantik/ kata kita yangada dalam dua larik tersebut menandakan bahwa tak hanya pembaca yang disarankan untuk senantiasa mencintai negara melainkan penyair juga terlibat. Kata ‘kita’ menjadi penanda bahwa penyair tidak egois dalam menyampaikan pandangan. Penyair telh mengubur dalam-dlam keakuannya juga mengubur dalam-dalam kata (mu, mereka dan kalian) sehingga yang tampak hanya kita, yang bisa jadi menjadi penegas bahwa menjaga martabat negara atau negara yang bertuh adalh tugas bersama, bukan hanya tugas pemimpin tetapi segala lapisan masyarakat yang menempati suatu negara. 

KESIMPULAN

Kendati status penyair tak pernah ditemukan dalam KTP namun al-Qur’an begitu memperhatikan penyair sehingga disediakan syurat khusus bernama Asy-Syuara. Penyair bisa menjadi penyeimbang tatanan hidup agar ketimpangan tk terllu berdegup dan Zabidin Hj Ismail, penyir Malaysi merupkan salah satu dari sekian penyair yang ada yang telah mengambil peran sebgai penyeimbang, lewt kryanya berjudul KITA SERUPA. Kita Serupa merupakan penjabaran dari surat Al-Alaq ayat 1-5 dan surat Al-Qalam ayat 1-2 dan Zabidin memperkenalkan pada kita dalam bentuk puisi guna memnguatkan kecintaan kita pada negara.

Zabidin Hj Ismail menganut aliran seni untuk masyarakat maka dalam memahami puisinya pun pembaca tak harus mengeryitkan kening sebab bahasa yang digunakan mudah dipahami, kalaupun memakai bahasa kias bahasa yang digunakan adalah bahasa yang membumi.  

Biodata Penulis  

Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron lahir dan dibesarkan di lingkungan pesantren. Karya-karyanya tersebar di berbagai media seperti Mingguan Malaysia, New Sabah Times, Mingguan Wanita Malaysia, Daily Ekspres,  Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Tunas Cipta dll juga terkumpul dalam berbagai antologi baik cetak maupun online, terbit di dalam maupun luar negeri seperti Mengasah Alief, Epitaf Arau, Akar Jejak,Jejak Sajak, Menyirat Cinta Haqiqi, Sinar Siddiq, Ketika Gaza Penyair Membantah, Unggun Kebahagiaan, Anjung Serindai, Poetry-poetry 120 Indonesian Poet dll. Beberapa puisinya pernah dibacakan di Japan Foundation Jakarta (10 Agustus 2011), di UPSI Perak Malaysia (25 Februari 2012), di Rumah PENA Kuala Lumpur Malaysia(2 Maret 2012) dan di Rumah Makan Biyung Jemursari Surabaya dalam acara buka bersama Pipiet Senja (30 Juli 2012), di Jogja dalam Save Palestina (2012), di Sragen dalam Temu 127 Penyair Dari Sragen Memandang Indonesia (20 Desember 2012), di Pekalongan dalam Indonesia di Titik 13 (Maret 2013), di Sastra Reboan dalam Temu Sastra Indonesia-Malaysia (Agustus 2013), di P.O.RT AmanJaya, Mydin Mall dan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam Kongres Penyair Sedunia ke 33 (21,23, 26 Oktober 2013) dll. Penerima Anugerah Kedua Hescom2015 Vlog dan Rubaiyat (5 Desember 2021), Juara 1 Lomba Cipta Puisi diikuti Penulis Indonesia dan Malaysis (2016), Juara 1 Lomba Cipta Puisi ditaja Esastera Malaysia (2017) dll. Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura. HP 087850742323

Share via
Copy link
Powered by Social Snap